Bau Ketiak Mengganggu? Ketahui Penyebab dan Penanganannya!

Bau ketiak membuat tidak nyaman untuk pengidap dan lingkungan. Pengidap gangguan ini merasa bajunya cepat basah dan tidak, dimana kondisi ini menyebabkan bau tidak sedap pada ketiak karena produksi keringat berlebihan, bau tidak sedap pada ketiak muncul karena bakteri di kulit memecah protein dan lemak yang terkandung di dalam keringat dan mengubahnya menjadi zat asam. Selain mengganggu aktivitas sehari-hari, bau keringat juga dapat menurunkan kualitas hidup pengidapnya.

Penyebabkan bau itu bukan keringat, melainkan bakteri yang ada di ketiak. Namanya adalah staphylococcus hominis. Bakteri ini yang mampu memproduksi protein yang kemudian memecahkan molekul keringat sehingga menjadi senyawa. Senyawa itulah yang mengeluarkan bau tak sedap dari tubuh seseorang.

Umumnya, kondisi ini bau ketiak mulai muncul pada usia kanak-kanak atau remaja dan anak- anak yang sudah mengalami pubertas yang mengalami perubahan hormon. Meski tidak berbahaya, bau ketiak bisa menimbulkan perasaan malu, stres, depresi, atau gelisah.

Penyebab Bau Ketiak

Bau ketiak sendiri bukanlah penyakit, melainkan sebuah kondisi yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keringat, bakteri, dan kebersihan. Namun, dalam beberapa kasus, bau ketiak yang kuat atau tidak biasa dapat menjadi tanda adanya masalah kesehatan yang lebih serius. Berikut adalah beberapa kondisi medis yang bisa terkait dengan bau ketiak:

  1. Hiperhidrosis: Suatu kondisi di mana kelenjar keringat berproduksi secara berlebihan, yang dapat menyebabkan keringat berlebih dan bau yang lebih kuat. Berdasarkan penyebabnya, hiperhidrosis terbagi dua, yaitu:

Hiperhidrosis primer

Pada hiperhidrosis primer, sistem saraf terlalu aktif dalam merangsang kelenjar keringat. Akibatnya, kelenjar keringat mengeluarkan keringat meski tidak dipicu oleh aktivitas fisik atau kenaikan suhu tubuh. Penyebab pasti hiperhidrosis primer belum diketahui. Namun, ada dugaan kondisi ini diturunkan dari keluarga.

Hiperhidrosis sekunder

Hiperhidrosis sekunder terjadi akibat kondisi medis lain, seperti diabetes, obesitas, hipertiroidisme, penyakit asam urat, menopause, dan beberapa jenis kanker.

  1. Infeksi Kulit : Infeksi bakteri atau jamur pada kulit dapat menyebabkan bau tidak sedap.
  1. Penyakit Metabolik : Beberapa kondisi, seperti diabetes atau gagal ginjal, dapat menyebabkan perubahan dalam bau tubuh.
  1. Disfungsi Kelenjar : Masalah dengan kelenjar yang mengatur keringat dan bau dapat menyebabkan bau yang tidak biasa.
  1. Gangguan Hormonal : Perubahan hormonal, misalnya saat pubertas atau menopause, dapat memengaruhi bau tubuh.
  1. Makanan : Makanan tertentu, seperti bawang putih, bawang merah, dan rempah-rempah, dapat mempengaruhi bau tubuh.
  1. Kebersihan : Kurangnya kebersihan pribadi dapat menyebabkan penumpukan keringat dan bakteri, yang berkontribusi pada bau.

Jika bau ketiak disertai dengan gejala lain, seperti kemerahan, bengkak, atau nyeri, atau jika tidak membaik dengan perawatan kebersihan yang tepat, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk penilaian lebih lanjut.

Selain akibat kondisi medis, hiperhidrosis sekunder juga dapat muncul akibat efek samping obat tertentu, seperti antidepresan, propranolol, atau pilocarpine. Kondisi berhenti dari ketergantungan obat atau alkohol juga dapat menyebabkan keringat berlebih.

Diagnosis Hiperhidrosis

Untuk mendiagnosis hiperhidrosis, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami, usia saat keluhan pertama kali muncul, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarga. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

Untuk memastikan penyebab hiperhidrosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:

  • Tes darah dan urine

Dokter akan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diperiksa di laboratorium. Tes ini digunakan untuk memastikan ada tidaknya kondisi medis yang bisa menyebabkan hiperhidrosis, seperti hipertiroidisme atau gula darah rendah (hipoglikemia).

  • Tes keringat

Tes ini dilakukan untuk mengetahui bagian tubuh mana saja yang mengalami hiperhidrosis dan seberapa berat tingkat keparahannya.

Pengobatan Hiperhidrosis

Penanganan hiperhidrosis tergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan oleh suatu kondisi medis, dokter akan terlebih dahulu mengatasi penyebab tersebut sebelum menangani hiperhidrosis. Namun, jika penyebab hiperhidrosis tidak diketahui, dokter akan langsung mengatasi keringat berlebih.

Dokter mulanya akan menyarankan pasien untuk menggunakan deodoran yang mengandung antiperspirant yang mengandung aluminum chloride dengan cara dioleskan pada malam hari dan dibersihkan pada pagi harinya. Deodoran ini biasanya dijual bebas.

Selain menggunakan deodoran, dokter juga akan menyarankan pasien untuk memperbaiki gaya hidup dengan cara-cara berikut:

  • Mandi setiap hari untuk mencegah bakteri berkembang di kulit
  • Mengeringkan tubuh setelah mandi, terutama di bagian ketiak dan sela-sela jari
  • Memilih bahan pakaian yang sejuk di kulit untuk beraktivitas sehari-hari dan baju yang mudah menyerap keringat untuk berolahraga
  • Melakukan teknik relaksasi, seperti yoga atau meditasi, untuk mengendalikan stres yang dapat memicu hiperhidrosis
  • Membatasi konsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu keringat, misalnya minuman berkafein, makanan pedas, kari, serta minuman beralkohol

Jika perbaikan gaya hidup tidak bisa mengendalikan keluarnya keringat, ada beberapa metode yang umumnya dilakukan dokter, yaitu:

  1. Pemberian obat-obatan

Untuk meredakan bau ketiak, dokter akan meresepkan obat-obatan berikut:

  • Obat krim yang mengandung glycopyrrolate, untuk menghambat kerja saraf yang memicu keringat
  • Obat minum untuk memperbaiki kinerja saraf pengatur kelenjar keringat, seperti glycopyrrolate, oxybutynin, dan benztropine
  • Obat minum yang mengandung beta-blocker, misalnya propranolol, dalam dosis rendah untuk meredakan bau ketiak akibat gangguan cemas
  1. Alat penghambat keringat (iontophoresis)

Iontophoresis dilakukan jika hiperhidrosis terjadi di telapak tangan atau kaki. Terapi ini dilakukan dengan merendam tangan atau kaki pasien ke dalam air. Setelah itu, aliran listrik akan disalurkan lewat air untuk menghambat kelenjar keringat.

Terapi ini efektif pada banyak pasien, tetapi efeknya tidak bertahan lama dan harus diulang berkali-kali.

Awalnya, pasien mungkin membutuhkan 2–3 kali sesi terapi dalam 1 minggu selama 2–5 minggu. Setelah itu, pasien bisa mengurangi jadwal terapi menjadi 1 kali seminggu atau 1 kali sebulan ketika keluhannya sudah membaik.

  1. Suntik botulinum toksin (botox)

Suntik botox dapat menghambat kerja saraf yang menyebabkan keringat berlebih untuk sementara. Suntik botox diberikan beberapa kali di area tubuh yang berkeringat dengan diawali pemberian obat bius lokal.

Efek suntik botox dapat bertahan hingga 12 bulan dan harus diulang. Namun, perlu diketahui bahwa terapi ini dapat menyebabkan lemah otot sementara pada bagian tubuh yang disuntik.

  1. Terapi gelombang mikro

Terapi ini menggunakan energi gelombang mikro untuk menghancurkan kelenjar keringat. Terapi ini dilakukan selama 20–30 menit setiap 3 bulan sekali, hingga pasien sembuh. Meski demikian, terapi ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa tidak nyaman dan perubahan sensasi pada kulit.

  1. Operasi simpatektomi

Operasi untuk hiperhidrosis dilakukan jika metode pengobatan lain tidak efektif. Operasi yang bernama simpatektomi ini bisa dilakukan dengan cara operasi bedah atau laparoskopi (endoscopic thoracic sympathectomy). Operasi ini dilakukan dengan cara memotong sebagian kecil saraf yang mengatur produksi keringat.

BACA JUGA: Penyebab dan Cara Mengatasi Bau Mulut Saat Berpuasa

Komplikasi Hiperhidrosis

Hiperhidrosis dapat menyebabkan infeksi jika kondisi kulit sering lembap atau terlalu basah. Selain itu, hiperhidrosis juga dapat membuat penderitanya malu karena baju atau ketiaknya tampak basah. Kondisi tersebut dapat mengganggu penderita ketika bekerja atau belajar.

Pencegahan Bau Ketiak

Bau ketiak akibat faktor keturunan tidak dapat dicegah. Pasien bau ketiak primer bisa mencegah bau badan dengan perbaikan gaya hidup.

Pada hiperhidrosis sekunder, pencegahan yang dilakukan tergantung penyebabnya. Sebagai contoh, hiperhidrosis akibat efek samping obat bisa dicegah dengan mengganti obat tersebut. Sementara hiperhidrosis akibat konsumsi minuman berkafein dapat dicegah dengan berhenti mengonsumsi minuman berkafein.

Perlu diketahui, hiperhidrosis sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu, seperti penyakit jantung atau kanker, tidak dapat dicegah.

Artikel ditulis oleh dr. Achmad Faisal, Sp.BTKV, Subsp. T(K) (Dokter Spesialis Bedah Toraks, Kardiak dan Vaskular RS EMC Alam Sutera).