Perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang dapat membantu penggunanya mendapatkan informasi dengan cepat. Anak-anak sejak dini sudah diperkenalkan dengan teknologi AI dan memahami cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, penggunaan secara berlebihan dan dalam waktu yang panjang, tentunya dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Hal ini dapat dicegah dengan mengetahui dan mengenali perubahan perilaku apa saja yang terjadi pada seseorang yang sudah teradiksi teknologi AI.
Apakah ketergantungan pada teknologi berbahaya?
Ketergantungan pada AI mengalami peningkatan, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Salah satu faktor yang menjadikan penggunaan AI semakin populer adalah untuk mendapatkan beragam informasi yang dibutuhkan. Dampak negatif ketergantungan tersebut di sisi psikologis, seperti merasa kesepian dan kesendirian karena minimnya interaksi di lingkungan sosial. Kondisi ini mendorong mereka semakin melekat pada AI yang dianggap dapat menggantikan peran teman untuk bercerita dan berkeluh kesah dan dinilai tidak akan menghakimi, serta sebagai sarana konseling dan mendapatkan diagnosis mandiri (self-diagnose).
Sikap Ketergantungan
Kecanduan pada penggunaan AI ini dapat diawali oleh sikap ketergantungan untuk selalu menggunakannya. Beberapa keluhan yang seringkali muncul ketika tidak menggunakannya, yaitu:
- Kecemasan
- Stres
- Kesepian
- Emosi
- Lebih sensitif
- Merasa tidak produktif ketika sedang tidak menggunakannya.
Perubahan Perilaku yang Terjadi
Perubahan perilaku dan pola berpikir seseorang yang sudah mencapai tahap ketergantungan diantaranya:
- Kehilangan kendali
- Cenderung menarik diri dari lingkungan sosial karena dorongan kuat untuk selalu terhubung dengan internet
- Menghabiskan waktu berlebihan
- Ketergantungan pada penggunaan AI dalam setiap aktivitas.
Hal diatas dapat berdampak pada kemampuan dalam proses berpikir kritis dan memecahkan masalah, interaksi dan kemampuan membangun relasi dengan orang lain di lingkungan sosial. Jika kondisi ini terus berlangsung dan memengaruhi di dalam kehidupan sehari-hari, maka kita perlu berhati-hati dan berkonsultasi dengan dokter atau psikolog bila
diperlukan, untuk mengetahui apakah ini termasuk kategori gangguan adiksi atau kecanduan pada penggunaan AI.
Self Diagnose dan Cara Mencegahnya
Ketika menggunakan AI untuk mendiagnosis suatu penyakit, AI akan melakukannya dengan menyaring berbagai data dan mendeteksi pola sehingga membantu untuk mengidentifikasi penyakit, seperti kecemasan, depresi, dan lain-lain. Apakah informasi yang diberikan oleh AI ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan dapat dipercaya? Hal ini perlu menjadi pertimbangan, mengingat untuk menegakkan suatu diagnosis dibutuhkan pemeriksaan secara menyeluruh dan tepat, seperti sesi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, maupun beberapa tes atau pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat membantu menentukan terapi selanjutnya yang akan diberikan oleh dokter ataupun psikolog.
Beberapa dampak yang seringkali muncul ketika melakukan self-diagnose dengan menggunakan AI seperti ketidaktepatan dalam pengobatan atau penanganan selanjutnya sehingga dapat memicu tingkat stres atau kecemasan yang lebih tinggi setelah mengetahui diagnosis yang diberikan oleh AI.
Untuk mencegah terjadinya self-diagnose menggunakan AI, dapat dimulai dengan meningkatkan kesadaran bahwa AI sebaiknya digunakan sebagai sarana pendukung atau penunjang, bukan pengganti peran utama. Dan perlu diingat bahwa relasi pasien dengan dokter/psikolog/tenaga kesehatan merupakan relasi terapeutik, dimana terdapat empati dalam proses interaksi dan komunikasinya. Proses ini tentunya tidak ada dalam proses konseling dan self-diagnose dengan menggunakan AI.
Berikut adalah beberapa cara pencegahan perilaku adiksi terhadap penggunaan AI yang penting untuk dilakukan, yaitu:
- Meningkatkan literasi
- Membatasi penggunaan teknologi AI
- Memperkuat relasi dengan keluarga sebagai support system
- Melakukan eksplorasi potensi-potensi dalam diri seperti memunculkan hobi dan aktivitas positif di waktu luang
- Mulai terbuka pada interaksi dan relasi baru dengan orang lain ataupun dengan komunitas di lingkungan sosial.
Dengan demikian, semakin cepat diketahui dan penanganan dilakukan, maka semakin kecil risiko efek samping dari sifat adiksi itu dapat dicegah, sehingga harapan untuk meningkatkan kesehatan mental dan kualitas SDM yang unggul di Indonesia dapat tercapai.
Artikel ditulis oleh Melvi Rosilawati, M.Psi, Psikolog (Psikolog RS EMC Sentul).