Stroke hingga saat ini masih penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia, dan di Indonesia dengan angka kejadian mulai menanjak sejak rentang usia 45 tahun hingga lebih dari 75 tahun. Diketahui angka kejadian stroke di Indonesia telah mencapai 12.2% dan membawanya masuk ke dalam masalah Kesehatan nasional (Riskesdas 2018). Di dunia, diperkirakan terdapat 50 juta jiwa kasus stroke dengan 9 juta diantaranya mengalami kecacatan yang berat, jangka panjang dan berisiko mengalami gangguan kognitif yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak mengalami stroke.
Pergeseran usia terjadinya stroke menjadi lebih muda tentu menjadi atensi yang tinggi di kalangan medis dan masyarakat. Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan di dalam dan luar negeri, didapatkan bahwa kontrol terhadap faktor risiko stroke yang belum adekuat merupakan faktor kuat terjadinya fenomena ini.
Faktor risiko yang berkaitan langsung dengan perubahan kondisi pembuluh darah yang umum ditemukan antara lain adalah hipertensi, diabetes melitus, dan peningkatan kadar kolesterol (dislipidemia). Faktor-faktor risiko diatas memiliki kaitan yang erat pula dengan pola hidup yang minim aktivitas fisik (sedentary), tingkat konsumsi rokok dan/atau alkohol, serta diet tidak seimbang.
Faktor-faktor risiko di atas dapat mengubah elastisitas atau bentuk pembuluh darah, menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah, hingga dapat membentuk suatu plak di pembuluh darah. Kondisi-kondisi pembuluh darah ini umumnya tidak memberikan suatu gejala di awal, namun dapat menjadi suatu stroke ketika tidak mendapatkan tatalaksana yang sesuai
Tatalaksana prevensi yang dapat dilakukan dalam upaya menurunkan angka kejadian stroke, khususnya di usia muda, selain dengan menjalankan pola hidup yang sehat, adalah dengan melakukan pengecekan faktor risiko terkait pembuluh darah tersebut.
Salah satu prevensi yang dapat dilakukan adalah dengan melihat langsung kondisi pembuluh darah dengan metode usg secara berkala. Modalitas USG pembuluh darah utama otak disebut dengan CDUS (Carotid Duplex Ultrasonography) untuk melihat kondisi pembuluh darah utama otak sebelum masuk ke rongga kepala dan TCCD (Transcranial Color Coded Dupplex) untuk melihat kondisi pembuluh darah otak di dalam rongga kepala. Modalitas ini cenderung nyaman dilakukan pada pasien karena bersifat non-invasif dan menggunakan gelombang ultrasonik berfrekuensi rendah sehingga tidak memberikan efek samping. Modalitas ini memberikan gambaran pembuluh darah secara real-time sehingga dapat mendapatkan hasil dengan cepat dan dapat segera diberikan tatalaksana jika memang dibutuhkan.
Pemeriksaan faktor-faktor risiko diatas dapat dilakukan setidak sekali dalam satu tahun bagi mereka yang tidak mengalami keluhan, dan waktu yang lebih pendek pada mereka yang memiliki risiko lebih tinggi, seperti pada lansia. atau mereka yang memiliki keluhan yang dapat berhubungan dengan gangguan pembuluh darah.
Artikel ditulis oleh dr. Rineke Twistixa Arandita Sp.N (Spesialis Neurologi / Saraf RS EMC Pulomas).