5 Pengaruh Kekerasan pada Anak terhadap Kesehatan Mental

Saat ini banyak para orangtua melakukan Berbagai bentuk kekerasan ketika membesarkan dan mendidik anak, baik itu secara sadar maupun tidak. Bentuk kekerasan yang terjadi pada anak dapat berupa kekerasan verbal, kekerasan psikologis, dan kekerasan fisik. Padahal, tindakan kekerasan ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental anak di kemudian hari dan berpotensi menjadi luka batin yang membekas hingga anak menginjak usia dewasa.

Sebagai upaya pencegahan bahaya kekerasan pada anak dan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Pikiran & Tubuh Internasional pada tanggal 3 Januari, kita wajib memahami lima pengaruh kekerasan pada anak terhadap kesehatan mental sebagai berikut.

  1. Kesulitan mengendalikan emosi
    Kekerasan yang dialami anak akan berdampak sangat besar pada pengendalian emosi anak. Setelah mengalami kekerasan, anak akan cenderung kesulitan mengendalikan emosinya sehingga lebih mudah dan sering merasa sedih, marah, maupun ketakutan secara berlebihan. Selain itu, anak juga akan kesulitan untuk tidur dan mengalami mimpi yang buruk. Kondisi ini tentunya berpotensi untuk bertahan hingga anak dewasa dan berdampak pada perilai yang muncul dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya di lingkungan sosialnya.
  2. Melakukan penarikan diri
    Sebagai korban yang mengalami kekerasan oleh orangtua, maka biasanya  anak cenderung memiliki pemikiran negatif terhadap suatu persoalan yang dihadapinya seperti curiga dan mengalami kesulitan untuk mempercayai orang lain. Perilaku ini dapat mengakibatkan anak sulit untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain, yang berujung kepada timbulnya rasa kesepian. Lebih lanjut, dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa korban kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya, berpotensi cukup besar  mengalami kegagalan dalam membangun hubungan asmara dan berkeluarga.
  3. Serangan panik dan depresi
    Kekerasan pada anak juga berdampak menimbulkan trauma mendalam bagi aspek psikologis anak, yang dapat berujung timbulnya masalah mental seperti serangan panik maupun depresi. Kondisi ini membuat jika tidak tertangani, maka dapat menyebabkan seseorang mengonsumsi benda-benda terlarang seperti alkohol dan narkoba sebagai bentuk pelarian dalam mengatasi trauma yang dialami. Selain itu, trauma yang dialaminya dapat memicu munculnya pikiran-pikiran negatif seperti pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
  4. Berpotensi menjadi pelaku kekerasan
    Korban kekerasan yang dialami oleh anak-anak, dapat berdampak lebih buruk jika mereka sudah menginjak usia dewasa. Mereka berpotensi melakukan pengulangan hal yang sama,  yang mereka alami ketika mereka masih kanak-kanak. Bahkan sering terjadi, jika mereka menjadi orangtua kelak, maka mereka akan melakukan hal yang sama kepada anaknya seperti yang mereka alami ketika mereka kanak-kanak. Siklus tersebut akan menjadi siklus yang berulang apabila tidak ada penanganan lebih lanjut yang tepat untuk mengatasi rasa trauma yang terjadi akibat kekerasan yang dialami.
  5. Penurunan fungsi otak
    Kekerasan yang dialami oleh anak  dapat berdampak terhadap struktur dan perkembangan otak mereka, sehingga akan terjadi penurunan fungsi pada beberapa bagian otak. Penurunan fungsi kognitif ini berakibat anak akan mengalami kesulitan konsentrasi dan fokus terhadap pelajaran di sekolah, yang berdampak pada menurunnya prestasi akademik. Risiko ini membawa dampak yang  besar ketika sudah memasuki usia lanjut, yaitu munculnya masalah demensia.

Agar tidak terjadi kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya, maka para orangtua dapat menerapkan pola asuh yang positif bagi anak-anak mereka ( Positive Parenting ). Tujuan dari positif parenting adalah mencegah terjadinya tindakan kekerasan pada anak, yang dilakukan secara suportif, konstruktif, serta menyenangkan. Namun, jika Anda atau orang-orang terdekat pernah menjadi korban kekerasan anak, sehingga menimbulkan trauma yang mendalam dan mengganggu aktivitas serta terjadi perubahan perilaku, maka  ada baiknya mencari bantuan dari psikolog atau psikiater sebagai bentuk penanganan tepat untuk mengatasi pengalaman traumatis tersebut.

Artikel ditulis oleh Dra. Ratu Ade Waznah Sofwat, MPsi, Psi (Psikolog RS EMC Pekayon).