Harapan Baru Bagi Penderita Parkinson dengan Bedah Minimal Invasif

Tahukah Anda, angka penderita Parkinson di Indonesia rata-rata mencapai 75 ribu kasus baru per tahun? Penyakit ini tidak boleh dianggap sepele, usia muda pun bisa terjangkit penyakit ini. Penyakit parkinson merupakan penyakit degeneratif di bagian sel saraf otak (susbstantia nigra) yang disebabkan oleh berkurangnya neurotransmitter bernama dopamin. Kekurangan dopamin inilah yang membuat aktivitas otak penderita parkinson tidak bisa berfungsi normal sehingga mereka mengalami kesulitan bergerak.

Penyebab penurunan dopamin yang memicu parkinson sampai sekarang masih belum diketahui. Obat yang bisa menyembuhkan parkinson secara total juga belum ditemukan. Terapi obat dengan menggunakan levodopa, dopamine agoinst, atau anticholinergic selama ini hanya digunakan pada jenis tremor tertentu. Itu pun sebatas mengurangi dan mengendalikan gejala saja.

Pada tahap awal, sindrom penyakit parkinson biasanya cenderung ringan dan tidak disadari oleh penderitanya. Gejalanya sendiri terlihat dari kondisi tangan yang bergetar. Setelah itu, otot-otot mulai kaku dan sakit, gerakan motorik melambat, dan sulit menyeimbangkan ketika berdiri dan berjalan. Lama-kelamaan, pengidap parkinson akan kehilangan kontrol atas otot tubuhnya sama sekali.

Terapi yang kerap dilakukan untuk setidaknya mencegah penurunan fungsi tubuh pada pasien parkinson di antaranya adalah fisioterapi yang berfungsi untuk melatih kelenturan tubuh, perubahan menu makanan karena penderita parkinson umumnya terserang konstipasi, dan terapi wicara bagi yang mulai kesulitan berbicara.

Selain itu, prosedur bedah kadang dilakukan pada pasien yang sudah menderita penyakit parkinson dalam waktu yang lama. Jika selama lima tahun, kondisi tubuh dan gejala Parkinson tidak mengalami perbaikan, maka operasi bisa menjadi solusi terbaik. Beberapa prosedur bedah minimal invasif yang dapat dilakukan adalah:

  • Deep Brain Stimulation (DBS)

Metode stimulasi otak dalam atau deep brain stimulation (DBS) ini mampu mengurangi atau menghentikan diskinesia, mengurangi tremor dan rigiditas, serta memperbaiki kemampuan gerak. Caranya adalah dengan ditanamkannya elektroda di bagian otak yang terganggu. Elektroda ini terhubung ke generator yang ditanam di dada dan berfungsi mengirim arus listrik ke otak.

Metode ini disarankan pada pasien yang tidak merespons obat-obatan dengan baik. Operasi ini bertujuan agar sel dopamin dapat dirangsang untuk memproduksi dopamin dan bekerja optimal kembali, sehingga gejala penyakit parkinson dapat diatasi dan dosis obat berkurang. Di luar negeri, operasi DBS sebetulnya sudah menjadi standar yang harus dilakukan bila obat-obatan yang digunakan selama lima tahun tidak menunjukkan hasil, atau bila obat-obatan tersebut menimbulkan efek samping yang berat pada pasien parkinson. 

  • Bedah pisau gamma (gamma knife)

Pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur DBS, bedah pisau gamma dapat menjadi pilihan. Prosedur ini dilakukan selama 15-40 menit, dengan memfokuskan sinar radiasi kuat ke area otak yang terdampak.

  • Stereotactic Brain Lession

Metode pembedahan ini memiliki kelebihan meminimalkan luka bedah dan pasien tidak perlu mengonsumsi obat. Pembedahan hanya dilakukan sedalam 1 cm di kepala bagian otak bernama thalamus di saat kondisi pasien sadar penuh karena pasien cukup dibius lokal.

Layaknya bedah minimal invasif lainnya, penggunaan Stereotaktik meminimalkan pembukaan tulang kepala sehingga lebih aman dan cepat. Metode ini juga dipakai untuk operasi permasalahan penyakit lainnya, seperti epilepsi, spastisitas, tumor otak, stroke, dan distonia. Masa pulih pascaoperasi Stereotactic Brain Lession juga lebih singkat, pasien bisa keluar dari rumah sakit kira-kira pada hari keempat atau kelima.

Dengan bantuan teknologi terkini dan dokter bedah saraf yang kompeten, penanganan pengobatan parkinson di Indonesia selalu berkembang lebih baik sehingga para pasien parkinson bisa kembali memiliki hidup yang berkualitas. #LiveExcellently