Fakta dan Mitos Penyakit Demam Berdarah yang Penting Diketahui

Demam Berdarah Dengue sering disingkat dengan DBD adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti betina. Gejala yang umum dijumpai berupa demam tinggi secara tiba-tiba, mual, muntah, dan ruam di kulit. Gejala muncul dimulai dari 4 – 6 hari setelah infeksi dan dapat berlangsung hingga 10 hari.

Virus dengue dapat masuk ke tubuh pasien melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Setelah memasuki tubuh manusia, virus dengue akan bereaksi dengan sistem kekebalan tubuh pasiennya. Meskipun bukan merupakan penyakit langka, masyarakat masih mempercayai beberapa mitos terkait demam berdarah. Yuk, simak mitos dan fakta terkait demam berdarah berikut ini agar kita bisa bersama-sama waspada.

  1. Setiap orang hanya bisa terjangkit demam berdarah sekali seumur hidup

Mitos yang satu ini tidak benar. Terdapat 4 jenis virus dengue yang berbeda. Oleh karena itu, jika kita sudah terinfeksi sekali, maka masih ada kemungkinan untuk bisa terinfeksi lagi dengan jenis virus lain. Biasanya bila seseorang menerima “serangan” kedua atau ketiga, penyakit DBD yang dialami dapat lebih berat dari saat pertama terinfeksi.

  1. Penularan virus melalui kontak fisik antar manusia

Mitos tersebut sepenuhnya salah. Manusia tidak dapat menularkan virus secara langsung pada manusia lain. Faktanya, hanya nyamuk aedes aegypti betina yang bisa memindahkan virus tersebut melalui gigitan. Nyamuk tersebut akan menularkan virus setelah menggigit manusia yang sudah terinfeksi sebelumnya. Karena itu, demam berdarah tidak dapat disebarkan langsung dari satu orang ke orang lain.

  1. Dengue hanya menyerang orang tua di atas 45 tahun

Faktanya, penyakit ini tidak memandang usia. Siapa pun bisa terjangkit virus dengue. Memang, demam berdarah berdampak lebih buruk pada lansia jika dibandingkan pada orang-orang yang berusia 45 tahun ke bawah. Alasan utamanya karena sistem kekebalan tubuh lansia yang secara alami lebih lemah dibandingkan usia muda.

  1. Demam berdarah dengue wajib diberi antibiotik.

Pada dasarnya, demam berdarah dengue merupakan infeksi virus yang akan sembuh spontan dalam 7-10 hari. Pengobatan yang diberikan bersifat simtomatik, artinya hanya untuk mengurangi keluhan penderita. Pengobatan utamanya berupa cairan infus dan obat penurun panas. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi oleh bakteri.

  1. Fogging sudah cukup untuk mencegah penularan demam berdarah dengue

Nyamuk aedes aegypti sangat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga tidak mudah mati hanya dengan fogging. Untuk mengendalikan dengue,  tidak cukup hanya mematikan nyamuk dewasanya saja, melainkan juga harus memusnahkan telurnya. Telur nyamuk akan menjadi nyamuk dewasa juga dalam waktu 7-10 hari. Program pemerintah untuk mencegah demam berdarah dengue dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dianggap lebih efektif untuk mencegah penularan DBD, karena bukan hanya nyamuk yang diberantas, melainkan juga telur dan tempatnya bersarang.

  1. Minum jus daun pepaya dapat menyembuhkan demam berdarah

Selama ini tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit DBD. Daun pepaya dapat membantu meningkatkan jumlah trombosit dalam darah, namun bukan berarti bisa menyembuhkan DBD. Tahap pengobatan DBD adalah pemberian cairan, pemantauan ketat, dan dukungan selama fase kritis penyakit.

  1. Minum jus jambu atau angkak supaya trombosit cepat naik.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pada dasarnya setelah 7-10 hari sakit, infeksi dengue akan sembuh dengan sendirinya. Umumnya trombosit akan mulai naik perlahan-lahan setelah lima hari sakit. Penelitian yang sudah dilakukan sejauh ini pun menunjukkan bahwa jus jambu atau angkak tidak efektif untuk dilakukan sebagai cara menaikkan trombosit. Meski begitu, jus jambu atau makanan sehat lainnya tetap boleh dimakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Mulai sekarang, mitos-mitos yang telah menyebar di masyakarat tidak perlu kita percaya dan ikuti lagi. Mari pahami fakta-fakta yang ada dan tetap jaga daya tahan tubuh kita serta keluarga agar selalu sehat.

Artikel di review oleh dr. Tessa Oktaramdani, Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam RS EMC Sentul).